Terucap miris pagi ini tentang kepergian seorang teman
Rongga dada tak hanya sesak oleh nafasku
Begitupun kenangan bersamanya, sesak memenuhi tiap sudut ingatanku
Aku terbuai kedukaan, memaksa mengintip celah kecil tahun yang lalu
Saat berjuang mengais rezeki bersama dengan peluh terurai
Saat menapaki sand dune, refleksi endapan bekas pantai nun jauh di sana
Saat mereguk kesombongan dunia di tepi sungai Seruyan
Bahkan saat kami saling berbagi potongan hati terkecil kami
Aku tentu saja masih mengingatnya…
Kemudian kami terpisah oleh batas administrative propinsi
Terbelenggu oleh sinyal komunikasi provider yang tak pernah ada
Tertahan rantai kesibukan, memaksa kami menelan pahit kata ‘terpisah’
Sungguh menyesal, aku terkalahkan oleh itu semua
Hanya sebuah buku yang sempat aku titipkan untuknya
Kata-kata perenungan hati yang bijak mengalir deras
Ya Robb.. tubuhnya keropos, tapi tak sedikitpun hatinya
Hatinya tetap baja yang dulu, yang telah tertempa deraan hidup
Dia tak hanya sekedar teman,
Dia sahabat, sejak pertama kami bertemu
Di cerminnya kulihat bayangan seorang ayah.. tegar menopang tanggung jawab
Subhanallah… belum pernah kutemui hati selembut itu…
Belum pernah kulihat urat putus asa di wajahnya
Semangat, setia, penuh keyakinan adalah aura yang terus membayanginya
Teman, kawan, sahabat.. semoga diberi kelapangan untukmu
Mengarungi lautan akhirat dan bertemu wajahNya..
Persis seperti yang dulu selalu kita debat dan impikan
Selamat jalan Dwiyanto,
es batu itu milikmu sekarang, air dingin itu untukmu selamanya
sop buntut dan sate kambing menantimu di surga
0 komentar:
Post a Comment