Wednesday, June 24, 2009

Jejak Makna

Dalam cerita kehidupan manusia, memiliki kekurangan tak lain hanyalah sebuah momok yang menjadi bayang-bayang kemanapun melangkah. Perasaan minder yang selalu timbul tanpa disadari bisa menjadi sahabat. Bagi saya, yang amat sangat kurang pintar sejak kecil menjadikan saya semangat untuk terus mau belajar dan membaca, apalagi memiliki seorang kakak yang sangat pandai, mau tak mau keinginan untuk menjadi pintar harus terus dipaksa hingga dewasa. Memiliki wajah yang jauh dari cantikpun membuat saya harus menelurkan berbagai kepribadian dari dalam sebagai kompensasi.

Setelah lulus kuliah, saya memutuskan untuk bekerja jauh dari kota tempat saya dibesarkan, mungkin banyak teman yang tak menyangka saya mengambil keputusan itu. Saat itulah pertama kali jauh dari Ibu dan Bapak, tinggal di barak bersama orang-orang yang baru saja dikenal, berbagi sungai untuk MCK, menghabiskan hari-hari di hutan, berjalan di bawah terik matahari, ditemani cuaca yang tak pernah terduga, geologist oh geologist...Tak perduli apa kata orang, saya tetap membungkus pengalaman itu dengan kebahagiaan. [asli ini mah, bahagia banget bisa jadi geologist!!]

Memiliki seorang Ibu yang bekerja dari pagi hingga malam dan jarang ada waktu untuk anak-anaknya mungkin hanyalah sebuah cerita klasik populer anak-anak di kota metropolitan. Namun bagi saya, melalui beliaulah saya belajar untuk bertanggung jawab, bukan hanya pada pekerjaan tapi untuk segala keputusan yang telah saya ambil dan segala perbuatan yang telah saya lakukan. Walaupun waktunya tak banyak untuk saya, tapi limpahan cinta dan kasih sayang yang saya rasakan.. tak terhingga sampai saat ini. Pelukan, dekapan, dan do’anya adalah hembusan nafas untuk langkah di tiap kehidupanku.

Untuk orang lain, memiliki Bapak yang seorang muallaf dan tak bisa mengaji, mungkin sebuah cerita yang tak perlu diungkap. Tapi tidak untuk saya, memiliki Bapak seperti beliau adalah pintu terbukanya memaknai ribuan jejak perjalanan dan pengetahuan ke dalam. Kejujuran adalah benang merah yang kuambil darinya tanpa ada sedikitpun rasa dengki, kiranya itulah jejak yang ia tinggalkan untuk saya (dan saudara-saudara saya tentunya---Arimbi, Retno, Indrajit).

Kemudian, hidup terpisah dari saudaraku yang jauh disana melahirkan keikhlasan untuk tetap merasa dekat dengannya, walaupun sebenarnya belum dapat bertemu. Bercermin dari kisah hidupnya merupakan tugas untukku, sebagai adiknya untuk menenangkan pikiranku dan berjalan tanpa keragu-raguan. Bahwa jarak, hanyalah barisan angka dengan satuannya yang secara matematis menjauhkan, tapi saya dan mimpi-mimpi yang telah tertanam tak boleh terkalahkan dengan itu.

Karena dalam kejernihan, tidak ada baik-buruk, benar-salah. Di atas keduanya tersisa sesuatu yang mengagumkan:: makna.
Ia tersembunyi di balik hal-hal yang disebut manusia baik sekaligus buruk, benar sekaligus salah.

[I Gede Prama]“Siang memang ada untuk membukakan pintu bagi sang malam. Api tercipta untuk mengajari manusia tentang sejuknya air. Awan gelap ada sebagai pintu pembuka bagi langit biru yang mengagumkan. Kebencian dan dengki ada agar manusia bisa melihat kedalaman-kedalaman kebaikan.” [I Gede Prama]

Lalu, jikalau ada derai air mata dan isak tangis, percayalah... itu ada untuk membuatmu sadar betapa indahnya dunia ini dengan bersyukur , tertawa dan tersenyum [Gita Saraswati]

inspired by Jejak Makna, written by I Gede Prama

Dedicated to::
Kalau saja jarum jam bergerak ke belakang,
Aku ingin lahir dari kandunganmu lagi, Ibu
Aku ingin engkau membimbingku lagi, Bapak
Aku ingin memelukmu lagi, kakakku
Dan, aku akan menjadi teladan untukmu, adik-adikku

---midnight @ kamar kos, Margaguna. Terpikir untuk nulis ini setelah mimpiin Mbi dan Bapak.. Kangen banget Mbi sama kamu, *hugging you---

0 komentar: