Thursday, June 17, 2010

Budaya Menghakimi

Sudah hampir kira-kira 3 minggu kasus video panas oleh trio [mirip] artis ramai diberitakan. Walaupun sudah 3 minggu berjalan, tetep aja bapak-bapak polisi masih menyebut video tersebut dibintangi oleh mirip Ariel-Luna-Cut Tari. Ironis memang. Pasalnya ketiga artis tersebut bukan hanya populer bahkan mungkin digilai berjuta-juta remaja seantero bahkan mungkin sejagat Indonesia (lebay saya lagi kumat). Tulisan saya bukan akan membahas kebenaran video tersebut atau kualitas moral dari para pelaku atau pemain video tersebut. Tentunya beredarnya video tersebut memang sudah sangat meresahkan masyarakat, bahkan dengan mudahnya dapat diakses melalui HP. Seiring berjalannya pemeberitaan tentang kasus ini, pun banyak wacana-wacana baru yang timbul sebagai dampaknya. Di antara maraknya kritisi masyarakat tentang momentum pelaksanaan UU Pornografi ada satu hal menurut saya berlebihan; yaitu tentang tuntutan FPI untuk mencoret Ariel (silahkan berasumsi kalau video tersebut 'mirip dengan artis-artis tsb) dari kependudukan Kota Bandung karena telah mencoreng citra Kota Bandung sebagai kota yang AGAMIS (catat ya, AGAMIS, pake huruf gede!). Kalau boleh kasih catatan buat FPI: Ariel nggak pernah minta kok dilahirkan di Bandung !?! Apa urusan lo ?!
Kalau boleh kasih catatan juga buat Ariel: Apapun yang kita lakukan ada hal-hal yang melekat yang akan selalu dikait-kaitkan orang dengan diri kita, seharusnya menjadi terkenal adalah juga menjadi orang yang bisa dipercaya :)

Yang paling lucu adalah ketika anggota DPR tersedot perhatiannya hanya untuk masalah ini.
Pergesaran norma dan prinsip dasar Pancasila diakui memang sudah bergeser dengan beredarnya video ini. Ini realita! Semestinya toleransi kita tidak bergeser untuk masalah ini. Walaupun begitu saya tetap merasa nggak setuju dengan sikap FPI yang dengan gegap gempita menghakimi dan menyudutkan mereka. Ohh ada satu lagi yang menarik, sebuah kesimpulan yang saya baca dari media, bahwa 'Ariel-Luna-Cut Tari harus bertanggung jawab atas degradasi moral generasi muda Indonesia'. Kalau pernah denger lagunya Iwan Fals yang ini: masalah moral,masalah akhlak biar kami cari sendiri, urus saja moralmu, urus saja akhlakmu, peraturan yg sehat yg kami mau.... Saya sependapat dengan lirik di atas. Diproses aja kasusnya kalau emang sudah ada UU-nya. Itu refleksi dari lirik 'Peraturan yang Seht yang Kami Mau'. Hujatan masyarakat atas diri Ariel-Luna-Cut Tari memang seperti hasil atas apa yang mereka tuai, hujatan tersebut seperti nggak bisa dibendung, karena apa? karena kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang memiliki norma-norma. Tapi..ayo dong, nggak usah terus-terusan menjadi manusia yang paling pintar menghakimi dan mmenghujat orang lain atas hal-hal yang menyalahi norma sosial. Saya pribadi, kecewa, sangat kecewa kalau terbukti pemeran video tersebut adalah mereka. Ada rasa yang amat sangat disayangkan atas hal ini. Ini masalah harkat dan martabat dari point pertama Pancasila 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Sekali lagi saya nggak mau ngomongin perihal agama disini. Sejak saya bukanlah manusia yang suci dari dosa dan kesalahan saya merasa tidak pantas untuk menilai ataupun menghakimi perbuatan 'dosa' seseorang. Tapi saya jelas punya sikap yang menentang dan tidak memberi toleransi atas kejadian ini. Mungkin ada yang masih ingat dialog dan scene dari film 'Perempuan Berkalung Sorban' saat Annisa dituduh melakukan zina dengan Khudori. Saat itu beramai-ramai orang ingin menghukumnya saat itu juga. Menghakimi mereka tanpa memeberi kesempatan mereka untuk membela diri. Belum puas dengan hanya mencibir, mereka pun menimpuki Annisa dan Khudori dengan batu. Kemudian muncul Ibu Annisa yang melerai sambil berteriak ' Siapa yang tidak pernah melakukan dosa boleh menimpuki mereka dengan batu', sambil menyodorkan batu ke orang-orang. Sontak mereka berhenti dan tak satupun yang berani mengambil batu tersebut. Mungkin karena saat itu mereka baru sadar kalau 'ya Allah.. saya pun kemarin telah berbuat dosa'.

Diusut tuntas berdasarkan UU yang ada di Indonesia rasanya akan menguatkan posisi hukum atas pornografi di Indonesia. Saya menulis ini cuma ingin menggugah hati saya sendiri (syukur-syukur hati orang lain ikut tergugah) supaya kehidupan dan waktu akan terus berjalan. Kadang kita dipuja tak lama kita pun bisa dicaci. Perjalanan hidup seseorang adalah rahasia Illahi. Walaupun begitu apa iya kita pantas menghakimi seseorang yang kita sebut sebagai pendosa ? Sudah sesuci apa sih kita kemudian lantas berani mendefinisikan kebejatan moreal seseorang ? Tapi ada satu hal yang mungkin bisa diingat oleh Trio artis tersebut, bahwa 'Menjadi terkenal dan dikenal orang adalah sebuah kepercayaan yang harus dijaga'. Reaksi publik sekarang ini tak lain adalah bentuk nyata kekecewaan masyarakat atas pergeseran nilai norma agama dan sosial yang sayangnya timbul dari 'idola masyarakat'

"Manusia itu nggak selalu 100% salah dan nggak selalu 100% benar"

2 komentar:

pras said...

hehe...
saya menyamakan orang2 yang ribut soal video ini dengan orang yang melihat ada bungkusan dijalan (anggap saja misal kotoran hewan, manusia atau bangkai tikus)...

sudah tahu isinya menjijikkan: bau, bikin muntah, jorok, belatungan.... eh kok nekad dibuka juga. Sudah itu trus ngamuk2....
hehe...

Gita said...

Mas pras:

Analoginya bagus juga mas,hehe

Sayang ya, rasa ingin tahu yang besar orang-orang tsb hanya untuk melihat bungkusan yang jelas-jelas isinya busuk..
hehe, coba rasa ingin tahunya dialihkan ke yang lain, yang lebih wangi gitu :P